Minimal Henry Butuh 2 Tahun Benahi Liverpool

Saga proses takeover Liverpool berakhir bahagia bagi para Liverpudlian. “Musuh bersama” bernama Tom Hicks dan George Gillett Jr. telah berhasil disingkirkan. Berganti dengan era baru di bawah kepemimpinan John William Henry dan Tom Werner, pemilik klub bisbol Amerika Serikat, Boston Red Sox.

Sepintas, kondisi Liverpool tak ada bedanya. Duo pemilik anyar dan duet sebelumnya sama-sama berasal dari AS. Tapi, kenapa para fans Liverpool antusias menyambutnya?

Alasan pertama tentunya sumber dana yang digunakan untuk melakukan takeover. Henry-Werner tak hanya melunasi utang-utang klub. Mereka juga membayar kewajiban Hicks-Gillett ke pihak ketiga. Dan, itu dilakukan dengan hasil keringat sendiri, bukan berasal dari pinjaman.

Alasan kedua tentunya sikap ramah Henry dan Werner. Langkah pertama yang dilakukan Henry-Werner adalah diskusi dengan perwakilan suporter dan pejabat berwenang di Liverpool pada Senin (18/10), sehari setelah mereka hadir di Goodison Park untuk menyaksikan Merseyside Derby.

"Kami mengadakan pertemuan untuk mendengarkan keluhan dan masukan dari mereka. Kami banyak mendapatkan pelajaran dari pertemuan itu," jelas Henry singkat. Dia juga menolak merinci jumlah dana transfer yang akan diberikan pada Januari nanti. Mereka lebih memilih menganalisis permasalahan yang ada dibandingkan langsung memberikan janji muluk, tapi tak dipenuhi.

Tentunya Henry-Werner belajar dari kesalahan pendahulunya. Hicks-Gillett pada awal kepemimpinannya langsung berjanji muluk-muluk dengan mencanangkan program 60 hari untuk sukses. Nyatanya, gagal total.

Alasan ketiga dan mungkin menjadi yang terpenting adalah pengalaman Henry-Werner membangkitkan kejayaan Red Sox yang sempat tenggelam lama. Saat diambil alih oleh Henry-Werner pada 2002, Red Sox tak pernah juara World Series – gelar tertinggi di Liga Bisbol AS (MLB) yang mempertemukan juara American League dan National League – sejak 1918. Gelar bergengsi yang pernah diraih Red Sox setelah 1918 “hanyalah” status terbaik di American League.

Bagaimana bisa begitu? Sikap membumi Henry menjadi kuncinya. Seperti diberitakan Allan Ramsey, kontributor Goal AS, Henry mau mencoba terlibat dengan kultur yang ada di Red Sox. Setelah itu, dia memilih orang-orang yang berkompeten dan tahu kultur klub untuk menjalankan operasionalnya. Inisiatifnya mengumpulkan perwakilan suporter dan pejabat di Liverpool tentu dalam usaha mendekatkan diri dengan The Reds.

“Kami percaya jika peran kami di klub ini hanyalah sebagai pelayan. Pelayan yang fokus mengembalikan kejayaan klub di dalam dan luar lapangan untuk jangka panjang,” bilang Henry.

Jika di Red Sox bisa sukses, seharusnya Henry-Werner bisa melakukannya di Liverpool. Ada persamaan besar antara MLB dan Premier League. Dua kompetisi yang berbeda cabang olahraga untuk sama-sama tidak mengenal sistem salary cap. Jadi, dia bisa bebas membeli pemain bintang untuk memperkuat timnya. Yang menjadi pembatas hanyalah kemampuan finansial mereka. Di Red Sox, Henry-Werner melakukannya dalam dua tahun. Bagaimana dengan di Liverpool?

Sumber http://www.duniasoccer.com

0 komentar:

Posting Komentar

YOU'LL NEVER WALK ALONE